ENDOMETRIOSIS biasanya menyerang remaja dan wanita usia subur, bahkan pascamenopause. Namun, kini penyakit reproduksi itu juga menyerang anak belasan tahun.
Endometrium merupakan lapisan atau jaringan yang membatasi bagian dalam rahim. Endometriosis terjadi ketika ada pertumbuhan jaringan endometrium di luar rongga rahim. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu end (sisi dalam), metra (rahim), dan osis (penyakit). Jadi secara keseluruhan dapat diartikan sebagai penyakit yang berasal dari sisi dalam rahim.
Endometriosis identik dengan imunologis penuh-nyeri karena dalam kandungan timbul perlekatan perlekatan yang menimbulkan nyeri. "Penyakit ini memang tidak mematikan, tapi penderitanya bisa dibuat merana sepanjang hayat akibat nyeri berkepanjangan," tutur ahli obstetri dan ginekologi FKUI Prof Dr dr Teuku Zulkifli Jacoeb SpOG(K).
Rasa nyeri tersebut bisa bermanifestasi dalam bentuk keluhan atau gejala beragam. Hal inilah yang terkadang menyulitkan dokter menetapkan penyakit ini. Sebabnya, gejala yang muncul acapkali tak menentu dan tidak khas. Bahkan, dapat menyerupai keadaan lain seperti adenomiosis, usus buntu, kista ovarium, obstruksi usus, kanker usus besar, miom uterus, atau penyakit radang panggul.
"Keluhan tersering adalah gangguan yang berkaitan dengan haid, seperti nyeri menjelang dan saat haid atau dismenore. Ada juga yang merasa nyeri saat berhubungan seks," kata Dr I Putu G Kayika SpOG(K) dari Spesialis Obstetri dan Ginekologi RSCM.
Endometriosis juga bisa berdampak pada kesuburan sehingga kerap dikaitkan dengan kasus kesulitan hamil pada wanita. Namun, menurut Putu, seberapa besar dampaknya tergantung dari berat ringannya endometriosis yang diderita.
"Ada yang ringan dan tidak berefek, tapi ada pula yang berat dan sudah mengenai bagian yang terlibat dalam proses reproduksi sehingga dampak terbesar bisa saja menjadi infertil," ungkapnya.
Mengingat penyakit ini berkaitan dengan organ reproduksi wanita (rahim) dan kadang dicirikan nyeri haid berkepanjangan, maka pada awalnya fungsi kerja estrogen yang abnormal dianggap sebagai biang penyebab. Namun, kemudian diketahui bahwa ternyata seorang pria pun bisa terkena endometriosis (walaupun kasusnya sangat kecil).
"Dulu disangka ada darah haid yang muncrat ke dalam perut, ternyata pada laki-laki yang tidak mengalami haid juga bisa terkena endometriosis. Itu artinya ada faktor lain sehingga kemudian dihubungkan dengan gangguan kekebalan tubuh (autoimun). Jadi ada faktor hormon dan imun juga," ujar Jacoeb.
Pada umumnya endometriosis merupakan penyakit reproduksi yang banyak menyerang remaja dan wanita usia subur, bahkan pascamenopause. Namun, seiring perkembangan kehidupan modern, usia wanita yang terkena endometriosis menjadi lebih muda.
Dengan begitu, kalau dulu endometriosis acap kali dipersalahkan sebagai penyebab wanita sukar hamil atau ketidaksuburan, tapi kini ternyata remaja usia belasan pun dapat terkena. "Usia paling muda yang pernah ditemukan adalah 10 tahun, pasien saya juga ada yang masih 14 tahun," sebut dokter yang menjadi anggota Fertility Society of Australia (FSA) sejak 1985 ini.
Mengapa penyakit yang juga menurunkan produktivitas kerja wanita ini bisa menyerang sejak belia? Kehidupan modern dengan pengaruh global yang menyergap segala bidang menyebabkan perubahan, baik pada lingkungan maupun pola hidup masyarakat. Tayangan visual yang kian beraneka ragam dan tak terkontrol juga bisa mempercepat proses pematangan hormon seorang anak alias puber sebelum waktunya.
"Hormon pada manusia juga memengaruhi sistem reproduksi. Misalkan menonton film horor di televisi bisa merangsang kenaikan emosi,rasa takut atau cemas. Pada anak kecil, hal itu juga bisa menjadikan dia 'matang' sebelum waktunya. Dan pada akhirnya keadaan ini bisa memicu timbulnya penyakit," ucapnya.
Di samping itu, pola makan yang mengandung banyak bahan yang menjadi residu dan aktivitas fisik yang rendah juga turut berperan. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa toksin lingkungan ikut terlibat dalam patogenesis endometriosis. Banyaknya senyawa lingkungan yang berkemampuan mengubah-ubah sistem endokrin atau imun telah membuat pajanan yang terjadi serentak akan bekerja sinergistik.
"Sebut saja pipa PVC alias paralon yang biasa dipakai untuk kabel listrik dan saluran air. Itu kalau dibakar atau kena panas tinggi bisa menimbulkan dioksin," sebut Jacoeb.
Cara kerja dioksin sangat mirip dengan estrogen, yang mana zat racun ini menempati "tempat duduk" estrogen atau yang disebut reseptor. Dengan begitu, estrogen yang ada dalam tubuh jadi "gentayangan" karena tempatnya diduduki "tamu tak diundang".
"Akibatnya, estrogen yang gerayangan tadi merangsang organ tubuh lain dan salah sasaran, misalkan di payudara, rahim dan indung telur," sebutnya.
Sebagian peningkatan insiden endometriosis juga diduga bersumber dari pajanan senyawasenyawa estrogenik dalam makanan. Contohnya genistein yang merupakan fitoestrogen isoflavonik yang konsentrasinya cukup tinggi dalam produk kedelai, sayurmayur dan gandum.
Di sisi lain, Swan dkk menemukan bahwa wanita hamil yang memakan sejumlah besar daging sapi berisiko menyebabkan mutu spermanya 24 persen lebih buruk pada anak laki-lakinya di kemudian hari.Ternyata hal ini dihubungkan dengan sisa (residu) hormon-hormon seperti estradiol, testosteron, dan progesteron yang umumnya diberikan ke dalam makanan sapi potong.
Sementara itu, Lopez dkk menganalisis 308 wanita yang melahirkan bayi sehat antara tahun 2000-2002 dan menemukan bahwa 100 persen memiliki setidaknya satu pestisida dalam plasentanya.
sumber : okezone.com
Endometrium merupakan lapisan atau jaringan yang membatasi bagian dalam rahim. Endometriosis terjadi ketika ada pertumbuhan jaringan endometrium di luar rongga rahim. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu end (sisi dalam), metra (rahim), dan osis (penyakit). Jadi secara keseluruhan dapat diartikan sebagai penyakit yang berasal dari sisi dalam rahim.
Endometriosis identik dengan imunologis penuh-nyeri karena dalam kandungan timbul perlekatan perlekatan yang menimbulkan nyeri. "Penyakit ini memang tidak mematikan, tapi penderitanya bisa dibuat merana sepanjang hayat akibat nyeri berkepanjangan," tutur ahli obstetri dan ginekologi FKUI Prof Dr dr Teuku Zulkifli Jacoeb SpOG(K).
Rasa nyeri tersebut bisa bermanifestasi dalam bentuk keluhan atau gejala beragam. Hal inilah yang terkadang menyulitkan dokter menetapkan penyakit ini. Sebabnya, gejala yang muncul acapkali tak menentu dan tidak khas. Bahkan, dapat menyerupai keadaan lain seperti adenomiosis, usus buntu, kista ovarium, obstruksi usus, kanker usus besar, miom uterus, atau penyakit radang panggul.
"Keluhan tersering adalah gangguan yang berkaitan dengan haid, seperti nyeri menjelang dan saat haid atau dismenore. Ada juga yang merasa nyeri saat berhubungan seks," kata Dr I Putu G Kayika SpOG(K) dari Spesialis Obstetri dan Ginekologi RSCM.
Endometriosis juga bisa berdampak pada kesuburan sehingga kerap dikaitkan dengan kasus kesulitan hamil pada wanita. Namun, menurut Putu, seberapa besar dampaknya tergantung dari berat ringannya endometriosis yang diderita.
"Ada yang ringan dan tidak berefek, tapi ada pula yang berat dan sudah mengenai bagian yang terlibat dalam proses reproduksi sehingga dampak terbesar bisa saja menjadi infertil," ungkapnya.
Mengingat penyakit ini berkaitan dengan organ reproduksi wanita (rahim) dan kadang dicirikan nyeri haid berkepanjangan, maka pada awalnya fungsi kerja estrogen yang abnormal dianggap sebagai biang penyebab. Namun, kemudian diketahui bahwa ternyata seorang pria pun bisa terkena endometriosis (walaupun kasusnya sangat kecil).
"Dulu disangka ada darah haid yang muncrat ke dalam perut, ternyata pada laki-laki yang tidak mengalami haid juga bisa terkena endometriosis. Itu artinya ada faktor lain sehingga kemudian dihubungkan dengan gangguan kekebalan tubuh (autoimun). Jadi ada faktor hormon dan imun juga," ujar Jacoeb.
Pada umumnya endometriosis merupakan penyakit reproduksi yang banyak menyerang remaja dan wanita usia subur, bahkan pascamenopause. Namun, seiring perkembangan kehidupan modern, usia wanita yang terkena endometriosis menjadi lebih muda.
Dengan begitu, kalau dulu endometriosis acap kali dipersalahkan sebagai penyebab wanita sukar hamil atau ketidaksuburan, tapi kini ternyata remaja usia belasan pun dapat terkena. "Usia paling muda yang pernah ditemukan adalah 10 tahun, pasien saya juga ada yang masih 14 tahun," sebut dokter yang menjadi anggota Fertility Society of Australia (FSA) sejak 1985 ini.
Mengapa penyakit yang juga menurunkan produktivitas kerja wanita ini bisa menyerang sejak belia? Kehidupan modern dengan pengaruh global yang menyergap segala bidang menyebabkan perubahan, baik pada lingkungan maupun pola hidup masyarakat. Tayangan visual yang kian beraneka ragam dan tak terkontrol juga bisa mempercepat proses pematangan hormon seorang anak alias puber sebelum waktunya.
"Hormon pada manusia juga memengaruhi sistem reproduksi. Misalkan menonton film horor di televisi bisa merangsang kenaikan emosi,rasa takut atau cemas. Pada anak kecil, hal itu juga bisa menjadikan dia 'matang' sebelum waktunya. Dan pada akhirnya keadaan ini bisa memicu timbulnya penyakit," ucapnya.
Di samping itu, pola makan yang mengandung banyak bahan yang menjadi residu dan aktivitas fisik yang rendah juga turut berperan. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa toksin lingkungan ikut terlibat dalam patogenesis endometriosis. Banyaknya senyawa lingkungan yang berkemampuan mengubah-ubah sistem endokrin atau imun telah membuat pajanan yang terjadi serentak akan bekerja sinergistik.
"Sebut saja pipa PVC alias paralon yang biasa dipakai untuk kabel listrik dan saluran air. Itu kalau dibakar atau kena panas tinggi bisa menimbulkan dioksin," sebut Jacoeb.
Cara kerja dioksin sangat mirip dengan estrogen, yang mana zat racun ini menempati "tempat duduk" estrogen atau yang disebut reseptor. Dengan begitu, estrogen yang ada dalam tubuh jadi "gentayangan" karena tempatnya diduduki "tamu tak diundang".
"Akibatnya, estrogen yang gerayangan tadi merangsang organ tubuh lain dan salah sasaran, misalkan di payudara, rahim dan indung telur," sebutnya.
Sebagian peningkatan insiden endometriosis juga diduga bersumber dari pajanan senyawasenyawa estrogenik dalam makanan. Contohnya genistein yang merupakan fitoestrogen isoflavonik yang konsentrasinya cukup tinggi dalam produk kedelai, sayurmayur dan gandum.
Di sisi lain, Swan dkk menemukan bahwa wanita hamil yang memakan sejumlah besar daging sapi berisiko menyebabkan mutu spermanya 24 persen lebih buruk pada anak laki-lakinya di kemudian hari.Ternyata hal ini dihubungkan dengan sisa (residu) hormon-hormon seperti estradiol, testosteron, dan progesteron yang umumnya diberikan ke dalam makanan sapi potong.
Sementara itu, Lopez dkk menganalisis 308 wanita yang melahirkan bayi sehat antara tahun 2000-2002 dan menemukan bahwa 100 persen memiliki setidaknya satu pestisida dalam plasentanya.
sumber : okezone.com
Kategori:
Kesehatan Umum
Posting Komentar